Jalan Menuju Kesempurnaan Menurut Lao Tze
I. Pengantar
Manusia adalah makhluk sosial.
Manusia selalu hidup berdampingan dengan sesama dalam masyarakat. Proses kehidupan
individu dalam masyarakat bertujuan untuk memanusiakan dirinya, karena manusia
merupakan makhluk yang menuju diri menjadi diri yang sejati.[1][1] Proses menuju diri yang sejati dan
menjadi diri yang sejati merupakan proses yang selalu harus diupayakan selama
hidup manusia.
Proses menuju diri dan menjadi diri
yang sejati tidak semudah membalik telapak tangan. Manusia dalam proses
kehidupannya selalu berhadapan dengan pertentangan dan perselisihan dengan
sesama. Karena itu, dalam proses menuju dirinya yang sejati dalam interaksinya
dengan sesama, manusia terlibat dalam pertentangan dan perselisiahan yang
melahirkan ketidaktentraman dan ketidakdamaian dalam hidupnya. Persoalan ini
terus dihadapi manusia, meskipun manusia pada hakekatnya sangat merindukan
kedamaian dalam interaksinya dengan sesama.
Lao Tze mengatakan bahwa, persoalan
tersebut diakibatkan karena manusia jauh dari Tao. Lao Tze mengajarkan “jalan bagi manusia untuk hidup sempurna
sebagai manusia adalah hidup selaras dengan Tao”. Tao sebagai jalan menuju
kesempurnaan secara real ditampakkan dalam kehidupan manusia. Penghayatan Tao
dalam kehidupan manusia itu diupayakan dalam bidang etika dan pengetahuan.
Penghayatan Tao dalam bidang etika dilaksanakan oleh individu dan negara untuk menciptakan ketentraman dan
kesempurnaan hidup. Kedua bidang tersebut harus dilaksanakan manusia tetapi
harus disesuaikan dengan hukun kodrat. Karena itu, prinsip “tidak bertindak”
sangat ditekankan agar manusia bisa kembali kepada Tao. Tidak bertindak berarti
membiarkan alam bekerja seturut kodratnya sendiri dan manusia hanya mengikuti
dan menemukan diri didalamnya. Inilah yang disebut dengan prinsip Wu wei.
II. Lao Tze; Sekilas Pandang
Situasi masyarakat Cina pada abad ke
VI Seb.m sungguh memprihatinkan. Peperangan yang mengandung ketamakan dan nafsu
untuk berkuasa melahirkan penderitaan yang besar bagi masyarakat pada saat itu.
Situasi yang memprihatinkan ini sedikit disegarkan oleh tampilnya Lao Tze
dengan ajaran Taonya. Ia mengajarkan pentingnya kehidupan yang sederhana dan
harmonis. Suatu bentuk kehidupan, dimana motif mencari untung mesti dilepas,
kepandaian mengambil jarak, pemusatan dirinya sendiri dilenyapkan dan nafsu
disurutkan serta diatur. Tujuannya, agar kedamaian dan kebahagiaan dapat
dicapai dan dirasakan oleh setiap individu.[2][2]
Akan tetapi
siapakah itu Lao Tze?
Lao Tze secara hurufiah berarti
“Empu Tua”. Masyarakat Cina dalam tradisinya yakin bahwa, Lao Tze dilahirkan di
negara Ch’u, letaknya didaerah yang saat ini disebut propinsi Honan.
Ia lahir pada abad ke VI Seb.m. Ia juga yang menggagas dan membawa ajaran Tao.[3][3] Akan tetapi, riwayat hidupnya tidak
banyak dikisahkan oleh penulis. Dua sejarawan ternama Ssu-ma Tan dan Ssu-ma
Chien menuliskan riwayat hidup Lao Tze dalam kitab sejarah sh-ci. Kedua sejarawan tersebut adalah ayah dan anak. Karya kedua
sejarwan inilah yang menjadi sumber utama tentang riwayat hidup Lao Tze.
Interaksi dengan sesama tidak
menjadi patokan utama bagi manusia untuk memanusiakan dirinya. Ia menekankan
perlunya kembali kejalan alam. Tao menekankan harmonisasi dalam interaksi
manusia dengan manusia dan manusia dengan alam. Individu, tanpa harmonisasi
dengan yang diluar dirinya, proses menuju diri dan menjadi diri yang sejati
mustahil untuk dicapai.
III. Jalan Menuju Kesempurnaan
3.1 Tao dalam Alam
Tao
merupakan hal yang tidak dapat dijelaskan dengan nama atau kata-kata, tidak
dilihat atau disentuh secara langsung. Alam merupakan salah satu unsur yang
bisa menjelaskan Tao. Tao mengekspresikan diri dalam alam. Jika kita hidup
selaras dengan alam berarti kita hidup selaras dengan Tao. Seluruh proses alam
terjadi secara spontan. Siang berganti malam, pohon tumbuh, bungan bermekaran
dan sebagainya. Naluri dimiliki oleh setiap makhluk hidup secara
sendiri-sendiri, membimbing kebiasaan unik dan gaya hidup mereka sendiri. Tanpa campur
tangan manusia makhluk hidup tahu akan bagaiman cara untuk menjalani hidup dan
melakukan apa yang harus dilakukan. Ekspresi dari sifat alamiahnya sendiri
menunjukan keselarasannya dengan Tao.[4][4]
Manusia memiliki kepribadian
individual sendiri-sendiri. Ekspresi kemanusiaan universal yang dilakukan
manusia bisa mengikuti Tao. Tao diekspresikan melalui bakat khusus dan
kepribadian yang dimiliki oleh masing-masing individu.[5][5]
3.2 Penghayatan Tao dalam Bidang Etika
Lao
Tze mengajarkan orang untuk mengenal hukum-hukum kodrat. Hukum kodrat bersifat
tetap. Jika kita tidak mengenal yang tetap dan bertindak sewenang-wenang tanpa
melihat hukum, kita akan terjerumus dalam bencana. Mengenal dan bertindak
sesuai dengan hukum itulah jalan yang harus dilalui manusia untuk memperolah
ketentraman dan mencapai tujuan-tujuannya. Penghayatan dan penyelarasan diri
dengan Tao akan membawa orang pada kesempurnaan hidup, karena sesuai dengan
hukum kodrat. Kesesuaian dengan hukum kodrat didasarkan pada prinsip Wu wei. [6][6]
Wu wei adalah prinsip hidup. Prinsip
ini megajak manusia untuk melakukan tindakan atau sikap “tidak bertindak”. Aneh bagi manusia untuk memikirkan prinsip ini.
Manusia Lao Tzu adalah manusia yang
berprinsip Wu wei sebagai akibat pilihan hidup untuk hidup seturut dan selaras
dengan Tao. Tao adalah prinsip dan kekuatan dalam menjalankan kehidupan sebagai
manusia yang murni. Dengan menjalankan Wu wei manusia dihadapkan pada situasi
yang kurang lebih sama dengan Tao, tidak terikat dengan ruang dan waktu.
Manusia Wu wei adalah manusia yang alami, karena Wu wei adalah manusia yang
tidak melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan alam atau kodrat. Wu
wei adalah sikap membiarkan alam bekerja sesuai dengan hukumnya dan manusia
hanya mengikuti dan menemukan diri didalamnya. Prinsip tanpa tindakan
tergantung pada keyakinan yang mendalam terhadap naluri alami. Dorongan dan
naluri alami telah ada dalam diri kita. Jika kita membiarkan semua itu
berkembang, kita cenderung untuk dapat mewujudkan potensi yang ada.[7][7] Inilah sikap kelepas-bebasan terhadap
segala sesuatu. Inilah maksud dari sikap tidak bertindak.
Di sisi lain, Lao-Tze sangat
menekankan enam sikap penting yang harus diperjuangkan oleh setiap individu
dalam kehidupan ini.[8][8] Keenam sikap tersebut ialah:
1.
Kesederhanaan
Kesederhanaan merupakan pola, hidup yang sesuai dengan Tao. Kesederhanaan
merupakan pola hidup yang harus diupayakan, karena dengan hidup sederhana orang
dapat menikmati hidup yang aman dan damai. Kesederhanaan berarti menyatukan
diri dengan kodrat alam tanpa tindakan berlebih-lebihan yang justru dapat
membuat manusia kehilangan. Ajaran hidup sederhana mengajak orang untuk kembali
pada Tao. Orang yang tidak mampu menghayati hidup sederhana akan menjauhkannya
dari Tao. Karena itu, ia mengatakan;
“tak ada kesalahan yang lebih besar dari pada banyak keinginan
tak
ada bahaya yang lebih besar dari pada tak kenal cukup
tak
ada bencana lebih besar dari pada ingin mendapat
maka
itu:
Dengan demikian, Lao Tze mengajak
orang untuk menghayati hidup sederhana dan menghindarkan sikap hidup
berlebih-lebihan, karena bisa memisahkan orang dari Tao dan pada akhirnya akan
mendapat bencana.
2. Rendah hati.
Lao
Tze mengatakan, manusia harus mengupayakan sikap rendah hati, jika tidak,
manusia akan terjebak dalam sikap angkuh, dan sombong. Sikap rendah hati
diibaratkan dengan ruang kosong. Dalam ruang kosong terdapat kegunaan yang
bermanfaat serta mengntungkan. Dengan mengosongkan diri berarti orang
mempercayakan diri pada Tao, karena Tao adalah jalan dan penyelenggara segala sesuatu. Dengan demikian, kerendahan
hati akam membawa seseorang kembali kepada Tao.[10][10]
3. Ingkar diri
Ingkar
diri merupakan sikap mau menyangkal diri dari segala keinginan yang muncul
dalam diri setiap individu. Sikap ini selaras dengan Tao karena dengan sikap
ini seseorang tidak memuliakan dirinya tetapi lebih melihat kepapaannya. Dengan
demikian, orang yang memiliki sikap ingkar diri akan mempercayakan dirinya
kepada Tao dan akan hidup seturut kodrat alam.[11][11]
4. Cinta Sesama
Cinta
merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh setiap individu. Cinta merupakan
suatu ungkapan dalam penghayatan akan Tao. Sikap cinta ini tidak terbatas pada
diri sendiri, melainkan harus dimengerti secara luas. Artinya, cinta harus
diwujudnyatakan dalam keluarga, masyarakat dan negara. Maka, sikap yang penting
disini ialah kejujuran.[12][12]
5. Waspada
Sikap
ini merupakan upaya untuk melestarikan kehidupan dan menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan. Sikap ini selaras dengan Tao karena dengan waspada seseorang
tidak banyak mengeluarkan energi untuk bertindak. Karena itu, seseorang
memiliki banyak energi atau tenaga dalam dirinya.[13][13]
6. Jujur
Tao
dengan ajaran Wu weinya mengajarkan orang untuk tidak bertindak maupun tidak
banyak berbicara. Lao Tze menekankan agar tindakan nyata dan kejujuran dihidupi
oleh setiap individu. Kejujuran dan tindakan nyata lebih penting dilaksanakan
dari pada banyak berbicara yang justru banyak menghabiskan energi.[14][14]
3.3 Prinsip Tanpa Tindakan Dalam
Pemerintahan
Pemerintahan
merupakan salah satu bidang kehidupan yang sangat diminati Lao Tze. Suatu
pemerintahan akan mencapai kedamaian dan kesejahteraan, jika pemerintah
menekankan prinsip tidak bertindak dalam pemerintahannya. Lao Tze mengatakan, pemerintahan yang paling sedikit memerintah
adalah pemerintahan yang paling baik, karena penguasa membiarkan rakyat
berkembang. Seperti yang dikatakan Lao Tze, “memerintah negeri yang besar sama
saja dengan memasak ikan kecil”. Kita
semua mengetahui bahwa ikan yang kita masak, kalau sering dibolak-balik, ikan
itu akan hancur. Begitu pula, pemerintahan yang mencampuri kehidupan rakyatnya
hanya akan menimbulkan persoalan.[15][15]
Terlalu banyak hukum dan pembatasan
yang rumit dalam pemerintahan akan mengakibatkan persoalan dalam pemerintahan.
Hukum dan larangan yang ketat akan menciptakan sikap menentang, pemberontakan
dan kemiskinan. Jadi semakin banyak hukum yang ditetapkan, akan semakin banyak
pula pencuri.
“semakin banyak larangan, semakin banyak ritual yang dihindari,
akan
semakin melarat pula rakyat
semakin banyak hukum yang ditetapkan, akan
semakin banyak pencuri.
Karena itu, orang bijak berkata:
Selama aku Tidak melakukan apapun, rakyat
akan mengentaskan diri”.[16][16]
Dengan demikian,
Lao Tze mau memperlihatkan bahwa seorang pemimpin harus mengenali rakyatnya.
Merupakan hal yang sulit jika pemerintah atau penguasa harus mengenali
rakyatnya. Pemerintah harus mengenali rakyat tidak secara lahiriah tetapi yang
dimaksud adalah mengenali nilai yang terkandung didalam masyarakat itu sendiri.
Karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk memfasilitasi kemampuan
rakyatnya dan membiarkan mereka melaksanakan hidup dan realitas yang mereka
hadapi. Jika demikian, rakyat akan mengembangkan bakatnya dan seluruh negeri
akan memperoleh faedahnya.[17][17]
Prinsip tanpa tindakan dalam
pemerintahan yang dimaksud adalah pemerintah harus dengan tulus memperhatikan
orang yang diperintahnya. Pemerintah harus mengurus persoalan negeri dan rakyat
dengan serius, namun tenang. Dengan demikian, mereka akan mendapatkan suasana
jernih sebagai sumber dari keputusan pemerintah yang bijaksana. Jadi, prinsip
tanpa tindakan bukan berarti pemerintak tidak peduli dengan rakyat atau
bertindak sewenang-wenang dalam pemerintahannya.[18][18]
[2][2] R.
B Blackney, The Way of Life Lao Tze, New York: Mentor Book, 1995. hlm.
80.
[3][3] R.
B Blackney, The Way …, hlm. 81.
[4][4]
Alexander Simpkins dan Annellen Simpkins, Simple
Taoism; Tuntunan Hidup dalam Keseimbangan, Jakarta: P.T Bhuana Ilmu Populer, 2006. hlm.
73-74.
[6][6] H.G Creel, Alam Pikiran Cina (Judul Asli: Chinese
Thought). Penerjemah: Soejono Soemargono, Yogyakarta:
P.T. Tiara Wacana, 1950. hlm. 84.
[7][7]
H.G Creel, Alam Pikiran Cina…, hlm.
86
[8][8]
Lao Tze, Tao-Te-Ching. (Penerjemah:
Tjan Tjoe Som, Jakarta:
Bharata, 1962. hlm. 40.
[10][10]
Lao Tze, Tao-Te-Ching…, hlm. 61.
[11][11]
Lao Tze, Tao-Te-Ching…, hlm. 66.
[12][12]
Lao Tze, Tao-Te-Ching…, hlm. 71.
[13][13]
Lao Tze, Tao-Te-Ching…, hlm. 87.
[14][14]
Lao Tze, Tao-Te-Ching…, hlm. 91.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar